RSS

Sunday, 24 May 2015

GAMBARAN DIRI

Nama          : Achda Fitriah
NIM            : 11140163000007
Kelas           : Fisika 2A
Nama Blog  : PHYSICS ZONE

It's Me!
https://lh3.googleusercontent.com
Ini gambar diriku!

        Dari Pandangan Teman-teman aku memiliki kelebihan. Kelebihanku yaitu:
  1. Penyayang
  2. Pemaaf
  3. Asik!
  4. Sabar!
  5. Lemah lembut
  6. Pendiam
         Kemudian, di samping memiliki kelebihan, aku juga memiliki kekurangan. Kekuranganku yaitu:
  1. Malas
  2. Terlalu banyak makan
  3. Kurang peka
Read Comments

TEORI BELAJAR

Nama               : Achda Fitriah
NIM                : 11140163000007
Kelas               : Fisika 2A
Nama Blog      : PHYSICS ZONE


Makalah Teori Belajar

http://www.amaljaya.com
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang

           Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.


Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira .


Bagi para guru, salah satu pertanyaan yang paling penting tentang belajar adalah : Kondisi seperti apa yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang diinginkan dalam tingkah laku? Atau dengan kata lain, bagaimana bisa apa yang kita ketahui tentang belajar diterapkan dalam instruksi? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat pada penjelasan-penjelasan psikologis tentang belajar.


Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.


Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.


Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai berikut:


1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;


2. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;


3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;


4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;


5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;


6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar. (Frandsen, 1961, p. 216).


Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif.




1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini adalah :


1. Apa pengertianTeori Belajar ?


2. Apa saja Teori Belajar itu?


3. Apa saja Prinsip-Prinsip Teori Belajar?




1.3. Tujuan Pembahasan


Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:


1. Memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan


2. Memberi pengetahuan pada pembaca tentang Teori Belajar













BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN TEORI BELAJAR


Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secaraumumdidefinisikansebagaisuatu proses yang menyatukankognitif, emosional, danlingkunganpengaruhdanpengalamanuntukmemperoleh, meningkatkan, ataumembuatperubahan’spengetahuansatu, keterampilan, nilai, danpandangandunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).


Belajarsebagaisuatu proses berfokuspadaapa yang terjadiketikabelajarberlangsung. Penjelasantentangapa yang terjadimerupakan teori-teoribelajar. Teoribelajar adalahupayauntukmenggambarkanbagaimana orang danhewanbelajar, sehinggamembantukitamemahami proses kompleksinheren pembelajaran. (Wikipedia)


Pengertian teori belajar merupakan suatu kegiatan seseorang untuk mengubah perilaku mereka. Seluruh kegiatan belajar selalu diikuti oleh perubahan yang meliputi kecakapan, keterampilan dan sikap, pengertian dan harga diri, watak, minat, penyesuaian diri dan lain sebagainya. Perubahan tersebut meliputi perubahan kognitif, perubahan psikomotor, dan perubahan afektif.


Prinsip-prinsip belajar pada hakekatnya berkaitan dengan potensi yang bersifat manusiawi dan kelakuan. Belajar membutuhkan proses dan tahapan serta kematangan mereka yang belajar. Belajar lebih baik dan efektif jika didorong oleh motivasi, khususnya motivasi dari dalam diri karena akan berbeda dengan belajar karena terpaksa atau memiliki rasa takut.

Di dalam banyak hal belajar adalah proses mencoba dengan kemungkinan untuk keliru dan pembiasaan. Kemampuan belajar seseorang harus bisa diperhitungkan dalam menentukan isi pelajaran. Belajar bisa dilakukan melalui tiga cara yaitu diajar secara langsung, kontrol, penghayatan, kontak, pengalaman langsung dan dengan pengenalan atau peniruan.
Belajar melalui praktik secara langsung akan lebih efektif daripada melakukan hafalan. Pengalaman mempengaruhi kemampuan belajar seseorang. Bahan belajar yang bermakna lebih mudah dan menarik untuk dipelajari dibandingkan bahan yang kurang bermakna. Informasi mengenai kelakuan yang baik, pengetahuan, kesalahan serta keberhasilan belajar akan banyak membantu kelancaran dan semangat belajar siswa. Belajar sedapat mungkin diubah ke dalam bentuk aneka ragam tugas sehingga murid yang belajar bisa melakukan dialog dengan dirinya sendiri.








2.2. TEORI BEHAVIORISTIK


Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.


Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus).


Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan.


Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.


2.2.1. Prinsip-Prinsip Teori Behaviorisme


Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984)


2.2.2. Tokoh-Tokoh Teori Behaviorisme


Beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme antara lain adalah :


a. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)


Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.


Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar.


Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.


b. Thorndike (1874-1949)


Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.


Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :


1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)


Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat.


2. Hukum latihan


Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repetioest mater studiorum atau practice makes perfect.


3. Hukum akibat ( Efek )


Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat hukum akibat adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hokum akibat menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.






2.3.Teori Kognitif


Pembelajaran yang lebih menekankan pada pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki peserta didik.


2.3.1. Prinsip-Prinsip Teori Kognitif


Teoribelajarkognitifmenjelaskanbelajardenganmemfokuskanpadaperubahan proses mental danstruktur yang terjadisebagaihasildariupayauntukmemahamidunia. teoribelajarkognitif yang digunakanuntukmenjelaskantugas-tugas yang sederhanasepertimengingatnomortelepondankomplekssepertipemecahanmasalah yang tidakjelas.






Teoribelajarkognitifdidasarkanpadaempatprinsipdasar:


1. Pembelajaraktifdalamupayauntukmemahamipengalaman.


2. Pemahamanbahwapelajarmengembangkantergantungpadaapa yang telahmerekaketahui.


3. Belajarmembangunpemahamandaripadacatatan.


4. Belajaradalahperubahandalamstruktur mental seseorang.






2.3.2. Tokoh-Tokoh Teori Kognitif






1. Teori Pembelajaran kognitif menurut Piaget


Menurut Piaget individu berkembang menuju kedewasaan maka ia akan mengalami adaptasi dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan kualitatif dalam struktur kognitifnya. Proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:


• Asimilasi


• Akomodasi


• Equilibrasi


Tahapan – tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget :


1. Tahapan Sensori Motor (0-2th)


Usia 2th pertama anak dapat sedikit memahami lingkungannya dengan cara melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya.


2. Tahapan Pra – operasinal (2-7th)


Pada tahap ini telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupn masih sangat sederhana.


3. Tahapan Operasi Konkrit (7-11th)


Dalam tahap ini anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya memahami lingkungan sekitarnya anak tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datangnya dari pancaindra.


4. Tahapan Operasional Formal (11-15th)


Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan opersai formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan suatu masalah.


2. TeoriBelajarKognitif Bruner


Teori Bruner di kenal free discovery learning, yang menyatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik jika pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk menemukan suatu konsep, teori , aturan atau penambahan melalui contoh – contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.


3 tahapan cara melihat lingkungan:


1. Tahapan Enaktif : dalam memahami dunia disekitarnya anak mengunakan pengetahuan motorik.


2. Tahapan Ikonik: dalam memahami dunia disekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpaan & perbandingan.


3. Tahapan Simbolik: kemampuan dalam berbahasa, logika, matematika sangat mempengaruhi ide-ide abstrak.


3. Teori Belajar Kognitif Ausubel


Dalam teori ini, teori belajar dimaknai sebagai belajar bermakna. Pembelajaran bermakna yaitu suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep – konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.




2.3.3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Pembelajaran Kognitif


Kelebihan :


• Dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah.


• Dapat meningkatkan motivasi.


• Membantu peserta didik untuk memahami bahan belajar dengan lebih mudah.


Kekurangan :


• Keberhasilan pembelajaran didasarkan pada kemampuan peserta didik.


• Pendidik dituntut mengikuti keaktifan peserta didiknya.


Fasilitas harus mendukung




2.4. Teori Humanistik






Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.


Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.


Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.


Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?


Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar


menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.


2.4.1. Prinsip-prinsipTeori Humanistik


Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasi jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri, orang lain tidak begitu penting.


2.4.1. Tokoh-Tokoh Teori Humanistik


1. Kolb


Pandangan Kolb mengenaibelajar, yang teorinyaterkenaldengan “BelajarEmpatTahapnya” ;


1. Tahap Pengalaman Konkret


2. Tahap Pengamatan aktif dan reflektif


3. Tahap Konseptualisasi


4. Tahap Eksperimentasi aktif






2. Honey dan Mumford


Pandangan Honey dan Mumford terhadap belajar, menggolong – golongkan orang yang belajar kedalam empat macam atau golongan, yaitu:


1. Kelompok Aktivis


2. Kelompok Reflektor


3. Kelompok Teoris


4. Kelompok Pragmatis






3. Habernas


Pandangan Habernas terhadap teori belajar, Pendapatnyaseringdisebut “tigamacamtipebelajar”, yaitu:


1. Belajar Teknis ( technical learning)


2. Belajar Praktis (practical learning)


3. Belajar Emansipatoris






4. Bloom dan Krathwohl


Pandangan Bloom dan Krathwohl terhadap belajar.


Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum kedalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutantaksonomi Bloom, sebagai berikut:


1. Domain Kognitif, terdiriatas 6 tingkatan, yaitu:


· Pengetahuan ; mengingat, menghafal


· Pemahaman ; menginterprestasikan


· Aplikasi ; menggunakan konsep untuk memecahkamasalah


· Analisis ; menjabarkan suatu konsep


· Sintesis ; menggabungkan bagian – bagian konsepmenjadi suatu konsep utuh


· Evaluasi ; membandingkan nilai – nilai, ide, metode


2. Domain Psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :


· Peniruan ; menirukangerak


· Penggunaan ; menggunakan konsep untuk melakukangerak


· Ketepatan ; melakukan gerak dengan benar


· Perangkaian ; melakukan beberapa gerakansekaligus denganbenar


· Naturalisasi ; melakukan gerak secara wajar






3. Domain Afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:


§ Pengenalan ; ingin menerima,sadar akanadanya sesuatu


§ Merespon ; aktif berpartisipasi


§ Penghargaan ; menerima nilai – nilai, setikepada nilai – nilai tertentu


§ Pengorganisasian ; menghubung – hubungkannilai – nilai yang dipercayai


§ Pengalaman ; menjadikan nilai – nilai sebagai bagian dari pola hidupnya
2.5.Teori Konstruktivisme






Teoriinipercayabahwasiswamampumencarisendirimasalah, menyusunsendiripengetahuannyamelaluikemampuanberpikirdantantangan yang dihadapinya ,menyelesaikandanmembuatkonsepmengenaikeseluruhanpengalamanrealistikdanteoridalamsatupengetahuanutuh.




2.5.1. Prinsip-PrinsipTeoriKontruktivisme


1. Pengetahuandibangunolehsiswasendiri


2. Pengetahuantidakdapatdipindahkandari guru kemurid


3. Muridaktifmegkontruksisecaraterusmenerus, sehinggaselaluterjadiperubahankonsepilmiah


4. Guru sekedarmembantumenyediakansaranadansituasi agar proses kontruksiberjalanlancar.






2.5.2. Tokoh-Tokoh Teori Konstruktivisme


1. John Dewey


BahwabelajarbergantungpadapengalamandanminatsiswasendiridantopikdalamKurikulumharussalingterintegrasibukanterpisahatautidakmempunyaikaitansatusama lain. Belajarharusbersifataktif,langsungterlibat, berpusatpadaSiswa (SCL= Student Centered Learning ) dalamkontekspengalamansosial.






2. Jean Piaget


Bahwapengetahuan yang diperolehseoranganakmerupakanhasildarikonstruksipengetahuanawal yang telahdimilikidenganpengetahuan yang barudiperolehnyamelalui 2 carayaitu :


a. Asimilasiyaituintegrasikonsep yang merupakantambahanataupenyempurnaandarikonsepawal yang dimiliki.


b.Akomodasiterbentuknyakonsepbarupadaanakkarenakonsepawaltidaksesuaidenganpengalamanbaru yang diperolehnya


3. Lev Vygotsky


Ada duakonseppentingdalamteoriVygotskyyaitu






a. Zone of Proximal Development (ZPD)


kemampuanpemecahanmasalah di bawahbimbingan orang dewasaataumelaluikerjasamadengantemansejawat yang lebihmampu






b. Scaffolding


pemberiansejumlahbantuankepadasiswaselamatahap-tahapawalpembelajaran, kemudianmengurangibantuandanmemberikankesempatanuntukmengambilalihtanggungjawab yang semakinbesarsetelahiadapatmelakukannya












BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan


Tujuan utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.Sedangkan teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.


Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :


1. Membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar,


2. Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses pembelajaran,


3. Memandu guru untuk mengelola kelas,


4. Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri serta hasil belajar siswa




1.2. Saran


Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.




















DAFTAR PUSTAKA






Budiningsih, Asri C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.


Saputra.TeoriBelajardanPembelajaran http://www.freewebs.com/hijrahsaputra/catatan/TEORI%20BELAJAR%20DAN%20PEMBELAJARAN.htmldiakses pada tanggal 10April2015 pukul 20.00 WIB.


Sudrajat, Akhmadm. TeoriBelajar.http://rohman-makalah.blogspot.com/2008/07/teori-belajar-akhmad-sudrajat-m.html 2008. diakses pada tanggal 10April 2015 pukul 19.40 WIB.


http://Rumahbelajarpsikologi.comdiakses pada tanggal 10April 2015 pukul 19.50 WIB.

Read Comments

MENJADI GURU YANG PAHAM AKAN EMOSI PESERTA DIDIK

Nama               : Achda Fitriah
NIM                : 11140163000007
Kelas               : Fisika 2A
Nama Blog      : PHYSICS ZONE
Inilah  Emosi !
http://1.bp.blogspot.com

Emosi Itu..
               Secara etimologis emosi berasal dari kata Prancis emotion, yang berasal lagi dari emouvoir, ‘exicte’ yang berdasarkan kata Latin emovere, artinya keluar. Dengan demikian secara etimologis emosi berati “bergerak keluar”.


Emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga tidak dapat satu pun definisi yang diterima secara universal. Emosi sebagai reaksi penilaian(positif atau negatif) yang kompleks dari sistem saraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam diri sendiri.[1]


2. Pendapat tokoh tentang pengertian emosi
Diungkap Prezz (1999) seorang EQ organizational consultant dan pengajar senior di Potchefstroom University, Afrika Selatan, secara tegas mengatakan emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif terhadap situasi spesifik.[2]
Hathersall (1985) merumuskan pengertian emosi sebagai suatu psikologis yang merupakan pengalaman subyektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Misalnya seorang remaja yang sedang marah memperlihatkan muka merah, wajah seram, dan postur tubuh menegang, bertingkah laku menendang atau menyerang, serta jantung berdenyut cepat.
Selanjutnya Keleinginna and Keleinginan (1981) berpendapat bahwa emosi seringkali berhubungan dengan tujuan tingkah laku. Emosi sering didefinisikan dalam istilah perasaan (feeling), misalnya pengalaman-pengalaman afektif, kenikmatan atau ketidaknikmatan, marah, takut bahagia, sedih dan jijik.
Sedangkan menurut William James (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh.[3]


3. Perasaan dan emosi


Perasaan dan emosi pada dasarnya merupakan dua konsep yang berbeda tetapi tidak bisa dilepaskan. Perasaan selalu saja menyertai dan menjadi bagian dari emosi. Perasaan (feeling) merupakan pengalaman yang disadari yang diaktifkan oleh rangsangan dari eksternal maupun internal (keadaan jasmaniah) yang cenderung lebih bersifat wajar dan sederhana. Demikian pula, emosi sebagai keadaan yang terangsang dari organisme namun sifatnya lebih intens dan mendalam dari perasaan. Menurut Nana Syaodih Sukadinata (2005), perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang, tersembunyi dan tertutup ibarat riak air atau hembusan angin sepoy-sepoy sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis, bergejolak, dan terbuka, ibarat air yang bergolak atau angin topan, karena menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah yang bisa diamati. Contoh: orang merasa marah atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, dalam konteks ini, marah merupakan perasaan yang wajar, tetapi jika perasaan marahnya menjadi intens dalam bentuk angkara murka yang tidak terkendali maka perasaan marah tersebut telah beralih menjadi emosi. Orang merasa sedih karena ditinggal kekasihnya, tetapi jika kesedihannya diekspresikan secara berlebihan, misalnya dengan selalu diratapi dan bermuram durja, maka rasa sedih itu sebagai bentuk emosinya.


Perasaan dan emosi seseorang bersifat subyektif dan temporer yang muncul dari suatu kebiasaan yang diperoleh selama masa perkembangannya melalui pengalaman dari orang-orang dan lingkungannya. Perasaan dan emosi seseorang membentuk suatu garis kontinum yang bergerak dari ujung yang yang paling postif sampai dengan paling negatif, seperti: senang-tidak senang (pleasant-unpleasent), suka-tidak suka (like-dislike), tegang-lega (straining-relaxing), terangsang-tidak terangsang (exciting-subduing).


Karena sifatnya yang dinamis, bisa dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik untuk mengkaji tentang emosi daripada unsur-unsur perasaan. Daniel Goleman salah seorang ahli psikologi yang banyak menggeluti tentang emosi yang kemudian melahirkan konsep Kecerdasan Emosi, yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain.


4. Unsur-unsur perasaan
Besifat subyektif daripada gejala mengenal
Bersangkut paut dengan gejala mengenal.
Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang yang tingkatannya tidak sama.


Perasaan lebih erat hubungannya denga pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain terhadap hal yang sama.


Karena adanya sifat subyektif pada perasaan inilah maka gejala perasaan tidak dapat disamakan dengan gejaja mengenal berfikir dan lain sebagainya.[4]


5. Macam-macam emosi


Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi individu dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu:


1. Emosi sensoris


Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar


2. Emosi psikis..


Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : perasaan intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok.


1) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral)


2) Perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keindahan akan sesuatu, baik yang bersifat kebendaan maupun kerohanian


3) Perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (Homo Divinas) dan makhluk beragama (Homo Religious).[5]


6. Teori-Teori Emosi


1. Teori James-Lange


Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari teori paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika William James: “Kita merasa sedih karena kita menangis, marah karena kita menyerang, takut mereka gemetar”.Teori ini dinyatakan di akhir abad ke-19 oleh James dan psikolog Eropa yaitu Carl Lange, yang membelokkan gagasan umum tentang emosi dari dalam ke luar. Di usulkan serangkaian kejadian disaat kita emosi : Kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi. Kita bereaksi ke situasi tersebut,Kita memperhatikan reaksi kita. Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga pengalaman emosi-emosi yang dirasakan terjadi setelah perubahan tubuh, perubahan tubuh (perubahan internal dalam sistem syaraf otomatis atau gerakan dari tubuh memunculkan pengalaman emosi. Agar teori ini berfungsi, harus ada suatu perbedaan antara perubahan internal dan eksternal tubuh untuk setiap emosi, dan individu harus dapat menerima mereka. Di samping ada bukti perbedaan pola respon tubuh dalam emosi tertentu, khususnya dalam emosi yang lebih halus dan kurang intens, persepsi kita terhadap perubahan internal tidak terlalu teliti.






2. Teori Cannon-Bard


Emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah kejadian yang berdiri sendiri-sendiri. Di tahun I920-an, teori lain tentang hubungan antara keadaan tubuh dan emosi yang dirasakan diajukan oleh Walter Cannon, berdasarkan pendekatan pada riset emosi yang dilakukan oleh Philip Bard. Teori Cannon-Bard menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan reaksi tubuh dalam emosi tidak tergantung satu sarna lain, keduanya dicetuskan secara bergantian. Menurut teori ini, kita pertama kali menerima emosi potensial yang dihasilkan dari dunia luar; kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti hipothalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini kemudian mengirim output dalam dua arah: (1) ke organ-organ tubuh dalam dan otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi tubuh, (2) ke korteks cerebral, dimana pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai emosi yang dirasakan. Kebalikan dengan teori James-Lange, teori ini menyatakan bahwa reaksi tubuh dan emosi yang dirasakan berdiri sendiri-sendiri dalam arti reaksi tubuh tidak berdasarkan pada emosi yang dirasakan karena meskipun kita tahu bahwa hipothalamus dan daerah otak di bagian lebih bawah terlibat dalam ekspresi emosi, tetapi kita tetap masih tidak yakin apakah persepsi tentang kegiatan otak lebih bawah ini adalah dasar dari emosi yang dirasakan.


3. Teori Kognitif tentang Emosi


Teori ini memandang bahwa emosi merupakan interpretasi kognitif dari rangsangan emosional (baik dari luar atau dalam tubuh). Teori ini dikembangkan oleh Magda Arnold (1960), Albert Ellis (1962), dan Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962). Berdasarkan teori ini, proses interpretasi kognitif dalam emosi terbagi dalam dua langkah: 1. Interpretasi stimuli dari lingkungan. Interpretasi pada stimulus, bukan stimulus itu sendiri, menyebabkan reaksi emosional. Contohnya, jika suatu hari kamu menerima kado dari Wini dimana Wini adalah musuh besarmu, maka kamu akan merasa takut atau bisa mengganggap bahwa kado tersebut berbahaya. Tetapi akan berbeda ceritanya bila Wini adalah seorang teman karibmu, maka kamu akan dengan senang hati menerima dan membuka kado tersebut tanpa curiga. Jadi dalam teori kognitifpada emosi, informasi dari stimulus berangkat pertama kali ke cerebral cortex, dimana akan diinterpretasi pada pengalaman masa kini dan lamapau. Lalu pesan tersebut dikirim ke limbyc system dan sistem saraf otonom yang kemudian akan menghasilkan arousl secara fisiologis. Interpretasi stimuli dari tubuh yang dihasilkan dari arousal saraf otonom Langkah kedua dalam teori kognitif pada emosi yaitu interpretasi stimulus dari dalam tubuh yang merupakan hasil dari arousal otonom. Teori kognitif menyerupai teori James-Lange teori menekankan pentingnya stimuli internal tubuh dalam mengalami emosi, tetapi sebenarnya itu berlanjut ke interpretasi kognitif dari stimuli, dimana hal tersebut lebih penting dari pada stimuli internal itu sendiri.


7. Kecerdasan emosi


Suatu terobosan teori tentang emosi dikemukakan oleh Daniel Goleman dalam bukunya The Emotional Intelligence. Golemen melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah berlangsung sejak 1970-1980-an termasuk yang dilakukan oleh Howard Gardener(tentang multiple intelegence), Peter Salovey, dan Jhon Mayer.


Dalam bukunya, Golemen menyatakan tiga hal yang sangat penting sehingga teorinya bisa dianggap sebagai terobosan. Yang pertama, emosi itu bukan bakat, melainkan bisa dibuat dilatih dan dikembangkan, dipertahankan dan yang kurang baik dikurangi atau dibuang sama sekali. Kedua, emosi itu bisa diukur seperti intelegensi. Hasil pengukurannya disebut EQ (emotional Quotient). Dengan demikian, kita tetap dapat memonitor kondisi kecerdasan emosi kita.Ketiga, dan ini yang terpenting, EQ memegang peranan lebih penting daripada IQ. Sudah terbukti banyak rang dengan IQ tinggi, yang di masa lalu dunia psikologi dianggap sebagai jaminan keberhasilan seseorang, justru mengalami kegagalan. Mereka kalah daarai orang-orang dengan IQ rata-rata saja, tetapi memiliki EQ yang tinggi. Menurut Goleman, sumbangan IQ dalam menentukan keberhasilan seseorang hana sekitar 20-30% saj, selebihnya ditentukan oleh EQ yang tinggi.


Adapun orang yang dikatakan mempunyai EQ yang tinggi adalah jika ia memenuhi kriteria berikut, yaitu sebagai berikut:


1. Mampu mengenali emosinya sendiri.


2. Mampu mengendalikan emosinya dengan situasi dan kondisi.


3. Mampu menggunakan emosinya untuk meningktakan motivasinya sendiri(bukan malah membuat diri putus asa atau bersikap negatif pada orang lain).


4. Mampu berinteraksi positif dengan orang lain.[6]


5. 8. Pengaruh Emosi pada belajar


Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar (Meier dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, 2002 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Selain itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain.[7]






9. Pertumbuhan emosi


Pertumbuhan dan perkembangan emosi seperti juga pada tingkah laku lainnya ditentukan oleh pematangan dan proses belajar seorang bayi yang baru lahir dapat menangis tetapi ia harus mencapai ringkas kematangan tertentu untuk dapat tertawa setelah anak itu sudah besar maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa digunakan untuk maksud-maksud tertentu atau untuk situasi tertentu.


Makin besar anak itu makin besar pula kemampuannya untuk belajar sehingga perkembangan emosinya makin rumit. Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi sampai usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses belajar.[8]






DAFTAR PUSTAKA










Ahmadi Abu. Psikologi Umum. Rineka Cipta. Jakarta. 2003


Saleh Rahman Abdul dan Wahab Abdul Muhbib. Psikologi Suatu Pengantar (Dalam Prespektif Islam).Kencana. Jakarta.2009


Sarwono W Sarwito, Pengantar Psikologi Umum,PT.Raja Grafindo Persada:Jakarta,2010.






SUMBER INTERNET :


http://www.duniapsikologi.com/emosi/ 13/04/2013 23:00


http://s-idolaku.blogspot.com/2012/04/makalah-emosi.html


http://akhmadsudrajat.wordpress.com 14/042013 13.30


http://wandi.guru-indonesia.net/artikel_detail-22714.html 13/04/2013 23:20












[1] Sarlito W Sarwono, Pengantar Psikologi Umum,PT.Raja Grafindo Persada:Jakarta,2010,


hlm 124-125.


[2] http://www.duniapsikologi.com/emosi/ 13/04/2013 23:00


[3] http://s-idolaku.blogspot.com/2012/04/makalah-emosi.html 13/04/2013 23:15


[4] Drs.H Abu Ahmadi. Psikologi Umum.Rineka Cipta. Jakarta. 2003. hlm 101


[5] akhmadsudrajat.wordpress.com 14/042013 13.30


[6] Sarlito W Sarwono. Ibid., hlm 136-137


[7] http://wandi.guru-indonesia.net/artikel_detail-22714.html 13/04/2013 23:20


[8] Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab. Psikologi Suatu Pengantar (Dalam Prespektif Islam).Kencana. Jakarta.2009 hlm 172-173
Read Comments

MENGENALI KONSEP DIRI PESERTA DIDIK

Nama               : Achda Fitriah
NIM                : 11140163000007
Kelas               : Fisika 2A
Nama Blog      : PHYSICS ZONE

Apa Sih Konsep Diri Itu? 

Pengertian Konsep diri

          Baron dan Byrne mengatakan konsep diri merupakan sekumpulan fungsi yang kompleks yang berbeda yang dipegang oleh seseorang tentang dirinya[1]. MenurutWilliam D. Broks mendefinisikan konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang kita, yang bersifat psikologi, sosial, dan fisis[2]. Menurut Sulaeman, konsep diri adalah kesluruhan ide-ide dan sikap-sikap seseorang sebagai apa dan siapa dia[3]. Suryabrata menyatakan konsep diri mempunyai empat aspek, yaitu bagaimana orang mengamati dirinya sendiri, bagaimana orang berpikir tentang dirinya sendiri, bagaimana orang menilai dirinya sendiri, bagaimana berusaha dengan berbagai cara untuk menyampaikan dan mempertahankan diri[4]. Calhoun dan Acocela (1990) menyatakan konsep diri adalah gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuannya tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri, dan penilaian terhadap diri sendiri[5]. Konsep diri di dalam Islam, Allah SWT berfirman dalam Q.S. At-Taghabun ayat 16 yang artinya : 


“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”


Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengertian konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritualterhadap masyarakat, lingkungan maupun terhadap Tuhan Yang Maha Esa.




2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Kerangka Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembanganSignificant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat ) dan Self Perception(persepsi diri sendiri)[6].


a. Teori Perkembangan


Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.


b. Significant Other (Orang Terpenting atau Terdekat)


Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interpretasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.


c. Self Perception (Persepsi Diri Sendiri)


Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. Menurut Stuart dan Sundeen penilaian tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang-rentang respon konsep diri, yaitu





d. Aktualisasi Diri


Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman yang nyata yang sukses dan diterima.


e. Konsep Diri Positif


Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri.


f. Harga Diri Rendah


Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dengan respon konsep diri maladaptif.


g. Kerancuan Identitas


Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek identitas masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.


h. Depersonalisasi


Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
B. Pembagian Konsep Diri
Untuk Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri tersebutdikemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991), yang terdiri dari[7] :


1. Pola Gambaran Diri (Body Image)


Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1991)[8]. Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat, 1992)[9]. Gambaran diri berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Individu yang stabil, konsisten dan realistis terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Menurut Potter dan Perry (2005), Body imageberkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu atau pun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi[10].


2. Ideal Diri


Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan mewujudkancita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan kemampuan menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbanganmental. Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab[11]. Menurut Anna Keliat (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri, yaitu[12] :


a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.


b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.


c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.


d. Kebutuhan yang realistis.


e. Keinginan untuk menghidari kegagalan.


f. Perasaan cemas dan rendah diri.


Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi darikemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.


3. Harga Diri


Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya negatif, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungannya[13]. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri. Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk, resiko terjadi depresi, dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri.


4. Identitas


Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu.Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang.Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja[14]. Pada masa anak- anak , untuk membentuk identitas dirinya, anak harus mampu membawa semua perilaku yang di pelajari kedalam keutuhan yang koheren , konsisten dan unik. Rasa identitas ini secara kontiniu timbul dan di pengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Pada masa remaja , banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif dan social. Dimana dalam masa ini apabila tidak dapt memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan social yang membantu mendefinisikan tentang diri maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah.


5. Peran (Role Performance)


Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu[15]. Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan[16].
C. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif


Menurut Calhoun dan Acocela (1990),[17] dalam perkembangannya konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.


1. Konsep Diri Positif


Konsep diri positif kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri.Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi.Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya.


Individu dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain.


Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betulsiapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif dan mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas.


Seseorang yang memiliki konsep diri positif memiliki karakterikstik seperti berikut:


a. Merasa sanggup menyelesaikan masalah yang terjadi. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif dalam menyelesaikan masalah-masalah obyektif yang dihadapi.


b. Merasa sepadan dengan orang lain. Seseorang yang memiliki konsep diri positif memiliki pemikiran bahwa saat dilahirkan manusia tidak membawa kekayaan dan pengetahuan. Kekayakan dan pengetahuan bisa dimiliki dari bekerja dan proses belajar selama hidup. Hal inilah yang mendasari sikap seseorang yang tidak merasa kurang ataupun lebih dari orang lain.


c. Tidak malu saat dipuji. Konsep diri positif membangun pribadi yang memiliki pemahaman bahwa pujian atau penghargaan layak diterima seseorang berdasarkan hasil yang telah dicapainya.


d. Merasa mampu memperbaiki diri. Dengan memiliki konsep diri positif seseorang akan merasa mampu untuk memperbaiki sikap yang dirasa kurang.


Dalam al-qur’an Allah berfirman mengenai konsep diri positif yaitu dalam sura ali imron ayat 139 dan fusshilat ayat 30.






وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ





”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (Ali Imran: 139)





إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ





Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Fusshilat: 30).














2. Konsep Diri Negatif


Calhoun dan Acocela membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu : Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kelebihan dan kelemahannya atau cara hidup yang tepat. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri negatif terdiri dari 2 tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil. Seseorang dengan konsep diri negatif akan menunjukkan karakteristik seperti berikut ini:


a. Sensitif terhadap kritik. Pemilik konsep diri negatif biasanya kurang bisa menerima kritik dari orang lain sebagai upaya refleksi diri.


b. Senang dengan pujian. Sikap berlebihan terhadap tindakan yang dilakukan sehingga merasa perlu mendapat penghargaan terhadap segala tindakannya.


c. Merasa tidak disukai orang lain. Selalu muncul anggapan bahwa orang lain disekitarnya akan memandang negatif terhadap dirinya.


d. Suka mengkritik orang lain. Meski tidak suka dikritik namun pribadi ini senang sekali menghujani kritikan negatif kepada orang lain.


e. Bermasalah dengan lingkungan sosialnya. Pribadi yang memiliki konsep diri negatif merasa kurang mampu berinteraksi dengan orang lain.
D. Mengembangkan Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masapertumbuhan seseorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungandan pengalaman orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikanterhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap orang tua dan lingkungan akanmenjadi bahan informasi bagi anak untuk tumbuh menilai siapadirinya.Lingkungan yang kurang mendukung akan membentuk konsep diri yangnegatif. Jika lingkungan dan orang tua mendukung dan memberikan sifatbaik akan membentuk konsep diri siswa yang positif.


Menurut Charles Horton Cooleykonsep diri dapat dimunculkan dengan melakukanpembayangan diri sendiri sebagai orang lain, yang disebutnya sebagailooking-glass self (diri-cermin) seakan-akan kita menaruh cermindihadapan kita sendiri. Prosesnya dimulai dengan membayangkanbagaimana kita tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kitaseperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa wajah kita menarik atau tidakmenarik. Proses kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilaipenampilan kita. Apakah orang lain menjadi kita menarik, cerdas atautidak menarik. Proses ketiga, kita kemudian mengalami perasaan banggaatau kecewa atas percampuran penilaian diri kita sendiri dan penilaianorang lain. Jika penilaian kita terhadap diri sendiri positif, dan orang lainpun menilai kita positif, maka kita kemudian mengembangkan konsep diriyang positif. Begitu sebaliknya, penilaian orang lain terhadap diri kitanegatif, dan kita pun menilai diri kita negatif, maka kemudian kitamengembangkan konsep diri yang negatif.


Menurut Verderber, upaya mengembangkan perkembangan konsip diri indovidu dapat dilakukan dengan cara:


a. Self-appraisal


Istilah ini menunjukkan suatu pandangan yang menjadikan diri sendirisebagai objek dalam komunikasi atau dengan kata lain adanya kesankita terhadap diri kita sendiri.






b. Reaction and Response of Others


Konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap diri sendiri, namun berkembang dalam rangka interaksi kita denganmasyarakat. Dengan demikian apa yang ada pada diri kita dievaluasioleh orang lain melalui interaksi kita dengan orang tersebut, dan padagilirannya evaluasi masing-masing individu mempengaruhiperkembangan konsep diri kita.


c. Roles You Play-Role Taking


Peran memiliki pengaruh terhadap konsep diri, adanya aspek peranyang kita mainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diriindividu. Peran yang individu mainkan itu adalah hasil dari sistem nilaiindividu. Individu dapat memotret diri sebagai individu yang bermainsesuai persepsi yang didasarkan pada pengalaman diri sendiri, yang didalamnya terdapat unsur selektivitas dari keinginan individu untukmemainkan peran.


d. Reference Groups


Konsep diri individu juga terbentuk dari adanya kelompok yangbercirikan individu itu terkumpul dalam suatu kelompok ataukomunitas yang diiinginkan. Setiap kelompok tersebut mempunyaiikatan enosional yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadappembentukan konsep diri individu. Dalam kelompok tersebut individuakan mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya sesuaidengan ciri-ciri dan karakteristik kelompoknya itu. Artinya jika kelompok ini kita anggap penting dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita, hal ini akan menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri. Jadi cara kita menilai diri kita merupakan bagian darifungsi kita dievaluasi oleh kelompok rujukan.


e. Berpikir positif


Segala sesuatu tergantung pada cara kita memandang segala sesuatubaik terhadap persoalan maupun terhadap seseorang, artinyakendalikan pikiran jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.


f. Jangan memusuhi diri sendiri


Sikap menyalahkan diri sendiri yang berlebihan merupakan pertandabahwa ada permusuhan dengan kenyataan diri akan menimbulkan konsep diri yang negatif.










http://togaptartius.com/




E. Pengaruh Konsep Diri Terhadap Prestasi


1. Pengertian Prestasi


Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Webster’s New International Dictionarymengungkapkan bahwa prestasi adalah : “Achievement test a standardised test for measuring the skill or knowledge by person in one more lines of work a sudy”.[18]Prestasi adalah tes standaruntuk mengukur kecakapan atau pengetahuan bagi seseorang dalam satu atau lebih garis-garis pekerjaan atau belajar. Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu.


Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik (nilai, pengakuan, penghargaan) dan dapat secara intrinsik (kegairahan untuk menyelidiki, mengartikan situasi). Prestasi belajar ialah hasil usaha bekerja atau belajar yang menunjukkan ukuran kecakapan yang dicapai. Siswa harus memiliki prestasi belajar yang baik demi terciptanya manusia yang berkualitas dan berprestasi tinggi. Prestasi belajar merupakan tolak ukur maksimal yang telah dicapai siswa setelah melakukan proses belajar selama waktu yang ditentukan. Prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berasal dari dalam dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal).


2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar


Faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang dikhusukan ke konsep diri, adalah adanya konsep diri yang tinggi.Konsep diri yang tinggi akan memudahkan siswa belajar secara teratur dan terarah. Sedangkan konsep diri rendah akan menjadikan seseorang memiliki perasaan tidak mampu memahami diri sendiri, rendah diri, sehinggasiswa tersebut menjadi minder bergaul danmengurangi interaksi di sekolah. Selain itu konsep diri yang tinggi menjadikan seeorang menjadi percaya diri atas apa yang dimilikinya sehingga menjadikan seseorang agar selalu berpikir positif terhadap dirinya sendiri.


3. Hubungan Konsep Diri terhadap Prestasi Belajar


Konsep diri menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan tertentu sehingga konsep diri sangat dibutuhkan dalam membentuk kepribadian seseorang.Prestasi belajar dapat ditentukan oleh berbagai aspek salah satunya adalah konsep diri. Ketika seorang individu mempunyai konsep diri yang baik sehingga dapat melahirkan suatu pola berpikir yang positif, maka hal itu akan memudahkan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang terarah. Hubungan konsep diri dengan prestasi diantaranya:


a. Meningkatkan Motivasi


Motivasi yang tumbuh dari dalam diri seseorang (internal) maupun dari luar diri seseorang (eksternal) dapat mempengaruhi konsep diri yang akan dibentuk dan dibangun sehingga hal itu menjadi salah satu pemicu pembentukan kepribadian. Jika seseorang mempunyai konsep diri yang positif, maka hal itu dapat meningkatakan motivasi seseorang dan mendorongnya untuk melakukan suatu dalam meningkatkan prestasi belajar.


b. Meningkatkan rasa percaya diri


Ketika seseorang sudah memiliki konsep diri yang positif, maka akan melahirkan rasa percaya diri di dalam diriya. Sehingga memudahkan seseorang untuk berinteraksi dan melakukan berbagai macam kegiatan yang dapat menunjang prestasi belajar seseorang.


c. Menjadikan seseorang memahami dirinya, baik kelebihan dan kekurangannya


Konsep diri yang positif menjadikan seseorang lebih memahami siapa dirinya, kemampuannya dan kekurangannya. Jika seseorang telah mengetahui kelebihan dan kekuranagnnya, maka ia akan mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu seperti hal nya prestasi belajar.


d. Menjadikan seseorang untuk berpikir positif


Pikiran positif yang ada pada diri seseorang berasal dari pengkonsepan seseorang mengenai dirinya sendiri.Hal itu terbentuk dari faktor internal maupun eksternal. Ketika seseorang dapat berpikir positif mengenai berbagai hal termasuk mengenal diri sendiri maka itu akan memudahkannya untuk mencapai prestasi belajar yang baik.


e. Memudahkan seseorang dalam belajar


Konsep diri yang positif akan melahirkan berbagai hal yang positif seperti berpikir positif, motivasi, pemahaman terhadap diri sendiri, meningkatkan rasa percaya diri, dan lain sebagainya. Dengan adanya pengkonsepan diri yang positif, maka akan memudahkan seseorang dalam mencapai tujuannya. Memudahkan seseorang dalam proes belajar, sehingga dapat menunjang prestasi belajar yang baik.







[1]Avin Fadilla Helmi, Gaya Kelekatan dan Konsep Diri, Jurnal Psikologi 1999 UGM hal. 9.


[2]Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Penerbit Rosda Karya, hal. 99-100.


[3]Rina Oktaviana, Hubungan Antara Penerimaan Diri terhadap Cara-Cara Perkembangan Sekunder dengan Konsep Diri pada Remaja Puteri SLTPN 10 Yogyakarta hal.3-4.


[4]Ibid hal.4.


[5]Lita H Wulandari & Pasti Rola, Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi Remaja Penghuni Panti Asuhan, Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2004, Volume 3, Nomor 2 hal. 81-82.


[6]Nina Mutmainah, Psikologi Komunikasi, Universitas Terbuka, 1999 hal. 101.


[7]Salbiah, Konsep Diri, Program Studi Ilmu Keperawatan, 2006, USU Repository.


[8]Ibid hal. 6.


[9]Ibid hal. 6.


[10]Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Jakarta.


[11]Stuart & Sundeen, 2005, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta.


[12]Anna Keliat, 2005, Proses Keperawatan Kesehatan, Jiwa Edisi 2, Jakarta.


[13]Anna Keliat, 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2, Jakarta.


[14]Stuart & Sundeen, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta.


[15]Ibid.


[16]Anna Keliat, 1995, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi I, Jakarta.


[17]Lita H Wulandari & Pasti Rola, 2004, Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi Remaja Penghuni Panti Asuhan, Jurnal Pemberdayaan Komunitas Volume 3, Nomor 2, hal. 83.


[18]Haji Djaali.(2012). Psikologi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Read Comments